Abimanyu putra Arjuna. Abimanyu menjadi senapati utama
dalam perang Baratayuda di Padang Kurusetra. Sebagai ksatria muda, Abimanyu
memiliki kesaktian yang sulit dikalahkan lawan-lawannya. Namun,
sehebat-hebatnya Abimanyu, tetap saja dia memiliki kelemahan. Kelemahan yang menjadi
‘standar’ bagi manusia muda adalah pengalaman.
Abimanyu minim
pengalaman perang, sehingga mudah diperdaya oleh lawan-lawannya. Apalagi lawan-lawan
yang licik, yang menggunakan segala upaya untuk menipu daya. Dalam perang, tidak
ada salah benar, yang ada adalah kalah atau menang. Perang memang ada
aturannya, ada etikanya, itu dalam tataran teoritis dan hukum formal. Namun dalam
hukum belantara, hukum brutal, semua tata hukum perang, bukan sesuatu yang tabu
untuk dihilangkan.
Manusia yang sudah masuk
areal perang, entah perang dalam berebut sandang pangan, atau berebut
kekuasaan, sering kali melupakan aturan yang ada. Apa pun cara digunakan demi
mencapai kemenangan. Begitu juga para senapati dan prajurit Kurawa, menyusun
startegi yang paling keji untuk menjebak Abimanyu dan memusnahkannya. Mereka berhitung,
kalau Abimanyu mati, maka diharapkan Arjuna belapati (bunuh diri) dengan cara pati obong. Mereka juga berkhayal, kalau
Arjuna mati, keempat saudaranya yang terkenal dengan sebutan Pandawa Lima
(Yudistira, Bima, Arjuna, Nakula, Sadewa), akan ikut belapati juga.
Singkatnya, para
Kurawa berhasil menjebak dan membunuh Abimanyu secara licik, bukan cara
ksatria. Namun sebelum menemui ajal, Abimanyu mengeluarkan kata-kata ‘sakti’ yang
menggetarkan dalam Abimanyu – Tujuh Helai
Daun Tarsandha. Kata-kata yang membuat para Kurawa kelak menemui kematian yang
tak kalah mengerikannya dengan yang dialami Abimanyu.
Lalu apa hubungan
antara Abimanyu dengan rakyat jelata?
Begini ceritanya. Dalam
kehidupan nyata, kita amati dan temukan tentang keadaan rakyat jelata, rakyat yang
hidupnya dalam keadaan serba kekurangan seperti terjebak dalam suasana yang serba
terperdaya. Seolah-olah para punggawa yang tidak amanah, tidak melaksanakan
tugasnya secara standar, menjebak rakyat dalam suasana terjepit secara ekonomi,
politik, pendidikan, dan berbagai keterjebakan lainnya, sehingga mereka termusnahkan
oleh melajunya roda zaman. Banyak rakyat yang –maaf—berada dalam kondisi
miskin, tidak berpendidikan, dan tak tersentuh oleh program-program pemerintah –yang
konon—untuk menyejahterakan rakyatnya.
Kalau pemimpin amanah
dan benar-benar beraksi nyata demi kesejahteraan rakyat, tidak mungkin terlahir
nasib rakyat yang terjepit dan termatikan oleh kemiskinan dan kebodohan. Termatikan
dalam makna konotatif, maupun dalam makna nyata. Itu inti dari tulisan ini.
***
Rekomendasi:
Anda bisa mengetahui lebih jauh tentang ABIMANYU - Tujuh Helai Daun
Tarsandha pada link sebagai berikut: